Partisipasi Politik: Lebih dari Sekadar Mencoblos

Oleh : Haressa Lintang Rizkika

Dimuat di Rubrik Opini Radar Jember Edisi 04 Juli 2024


Partisipasi politik sering kali dipahami secara sempit sebagai perilaku memilih dalam pemilu. Berbagai survei dari lembaga-lembaga riset cenderung fokus pada indikator-indikator yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat dalam mencoblos kandidat politik. Pandangan ini, meskipun valid, sangat membatasi pemahaman tentang partisipasi politik yang sebenarnya jauh lebih luas dan kompleks.





Partisipasi politik tidak hanya terbatas pada tindakan mencoblos dalam pemilu, tetapi juga mencakup berbagai sikap, pengetahuan, dan keinginan masyarakat untuk terlibat dalam proses politik secara keseluruhan. Ini termasuk keterlibatan dalam mengawal dan mengevaluasi kebijakan pemerintah, baik di tingkat eksekutif maupun legislatif. Sebuah partisipasi yang komprehensif akan memungkinkan masyarakat untuk berperan aktif dalam setiap aspek politik, mulai dari proses pemilihan hingga implementasi kebijakan.

Sikap dan keinginan untuk terlibat dalam politik mencerminkan tingkat kesadaran politik masyarakat. Kesadaran politik ini penting karena menentukan seberapa besar masyarakat merasa memiliki tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam proses politik. Kesadaran politik juga berkaitan erat dengan pengetahuan politik, yang mencakup pemahaman tentang sistem politik, hak dan kewajiban sebagai warga negara, serta kemampuan untuk menganalisis kebijakan-kebijakan publik.

Mengawal dan mengevaluasi kebijakan pemerintah adalah bagian integral dari partisipasi politik. Masyarakat harus memiliki akses dan kemampuan untuk menilai kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Dengan demikian, partisipasi politik tidak hanya berakhir pada hari pemilu, tetapi berlanjut sepanjang periode pemerintahan. Hal ini mencakup pengawasan terhadap pelaksanaan kebijakan dan memberikan masukan atau kritik yang konstruktif.

Dengan memahami partisipasi politik sebagai variabel yang komprehensif, kita dapat menghindari pandangan yang mereduksi masyarakat menjadi sekadar komoditas politik. Masyarakat bukanlah objek yang hanya dimobilisasi untuk memberikan suara dalam pemilu, tetapi subjek yang aktif dalam menentukan arah politik dan kebijakan publik. Partisipasi politik yang luas dan mendalam akan memperkuat demokrasi dan menghasilkan pemerintahan yang lebih akuntabel dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.


Menyonsong Pemilukada di Kabupaten Jember

Pemilukada di Kabupaten Jember yang akan segera dilaksanakan, memberikan contoh konkret tentang pentingnya partisipasi politik yang komprehensif. Berbagai lembaga dan tim sukses telah terbentuk, masing-masing berusaha untuk memenangkan kursi nomor satu di kabupaten ini. Namun, yang sering terlupakan adalah tanggung jawab untuk mendidik masyarakat sebagai bagian dari beban moral setiap aktor politik dan yang bersinggungan dengan proses politik. 

Yang pertama adalah tanggungjawab partai politik. Partai politik memiliki peran penting dalam mendidik masyarakat. Idealnya, partai politik tidak hanya fokus pada kampanye untuk memenangkan pemilu, tetapi juga memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Pendidikan politik ini bisa dilakukan melalui kelas-kelas politik yang diwakilkan pelaksanaannya oleh pimpinan anak cabang (PAC) di setiap kecamatan. Dana bantuan partai politik (Banpol) seharusnya digunakan untuk tujuan ini, memastikan bahwa masyarakat memiliki pemahaman yang baik tentang sistem politik dan kebijakan-kebijakan yang relevan.

Selain partai politik, tanggung jawab besar dalam memberikan pendidikan politik juga berada di tangan pemerintah dan lembaga pendidikan. Pemerintah memiliki peran kunci dalam memastikan masyarakat memiliki pemahaman yang memadai tentang sistem politik dan proses demokrasi melalui kurikulum pendidikan nasional dan kampanye publik. Perguruan tinggi dan institusi pendidikan harus aktif dalam mengajarkan ilmu politik, hukum, dan ilmu sosial lainnya, serta memfasilitasi kegiatan ekstrakurikuler yang mendorong keterlibatan siswa dalam politik. Selanjutnya adalah media massa dan organisasi masyarakat sipil (OMS) juga memegang peran penting dalam pendidikan politik. Media yang bebas dan bertanggung jawab dapat menyebarkan informasi politik, menyediakan platform untuk debat publik, dan memantau kinerja pemerintah, sementara OMS dapat menyelenggarakan pelatihan dan seminar untuk meningkatkan kesadaran politik masyarakat. Terakhir adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), kedua Lembaga ini memiliki tanggungjawab untuk terus melakukan sosialisasi dan pendidikan pemilih untuk memastikan pemahaman yang mendalam tidak hanya tentang proses pemilu, namun resiko politis proses politik dan lain sebagainya. 


Pendidikan Politik: Kunci Peningkatan Partisipasi

Pendidikan politik adalah cara revolusional dan kunci untuk meningkatkan partisipasi politik yang komprehensif. Melalui pendidikan politik, masyarakat dapat memperoleh pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berpartisipasi secara aktif dalam proses politik. Pendidikan politik harus dimulai sejak dini dan berlanjut sepanjang hayat, mencakup berbagai aspek dari teori politik hingga praktik kebijakan publik—tentu materi harus dikemas sedemikian rupa agar mudah untuk dipahami. Pendidikan politik di sekolah adalah langkah awal yang penting. Kurikulum pendidikan harus mencakup materi tentang sistem politik, hak dan kewajiban warga negara, serta keterampilan berpikir kritis. Pendidikan politik di sekolah harus didesain untuk membentuk warga negara yang aktif dan bertanggung jawab, yang mampu berpartisipasi dalam proses politik dengan penuh kesadaran dan pengetahuan.

Selain di sekolah, pendidikan politik juga harus dilakukan di masyarakat. Berbagai program pendidikan politik bisa diadakan oleh pemerintah, partai politik, organisasi masyarakat sipil, dan perguruan tinggi. Program-program ini bisa berupa seminar, lokakarya, diskusi publik, dan kampanye kesadaran politik di tingkat akar rumput. Tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang politik dan kebijakan publik kepada masyarakat awam. Selain itu, era digital tentunya memberikan peluang baru untuk meningkatkan partisipasi politik secara masif. Teknologi informasi dan komunikasi dapat digunakan untuk menyebarkan informasi politik, mengadakan diskusi publik secara daring, dan memfasilitasi partisipasi masyarakat dalam setiap proses politik. Contohnya dengan mengadakan siaran terbuka rapat paripurna DPRD melalui platform digital atau menyediakan platform untuk evaluasi pelayanan di setiap OPD secara terintegrasi. Media sosial, dan platform daring lainnya, apabila dimanfaatkan secara maksimal, dapat menjadi alat yang efektif untuk pendidikan politik dan meningkatkan kesadaran berpolitik masyarakat. 


Tantangan dalam Meningkatkan Partisipasi Politik

Meskipun ada banyak peluang untuk meningkatkan partisipasi politik, masih ada berbagai tantangan yang perlu diatasi. Tantangan-tantangan ini mencakup kurangnya kesadaran politik, rendahnya tingkat pendidikan, ketidakpercayaan terhadap pemerintah, dan hambatan struktural lainnya.

Kurangnya kesadaran politik adalah salah satu tantangan utama dalam meningkatkan partisipasi politik. Banyak masyarakat yang tidak menyadari pentingnya partisipasi politik dan bagaimana mereka dapat terlibat dalam proses politik. Kurangnya kesadaran politik sering kali disebabkan oleh kurangnya pendidikan politik dan informasi yang memadai. Rendahnya tingkat pendidikan juga merupakan tantangan dalam meningkatkan partisipasi politik. Masyarakat yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah cenderung kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk berpartisipasi dalam proses politik. 

Ketidakpercayaan terhadap pemerintah adalah tantangan lain yang perlu diatasi. Banyak masyarakat yang tidak percaya pada pemerintah dan institusi politik, sehingga enggan untuk terlibat dalam proses politik. Ketidakpercayaan ini sering kali disebabkan oleh korupsi, kurangnya transparansi, dan akuntabilitas pemerintah. Untuk mengatasi ketidakpercayaan ini, pemerintah perlu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pelaksanaan kebijakan publik.

Selain itu, hambatan struktural seperti sistem politik yang tidak inklusif dan diskriminasi juga dapat menghambat partisipasi politik. Sistem politik yang tidak inklusif sering kali mengabaikan kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat, seperti perempuan, minoritas, dan kelompok miskin. Diskriminasi juga dapat menghalangi partisipasi politik dari kelompok-kelompok ini. Oleh karena itu, penting untuk menciptakan sistem politik yang inklusif dan adil, yang memberikan kesempatan yang sama bagi semua warga negara untuk berpartisipasi dalam setiap proses politik, tidak hanya ketika pemilu saja.

Sebagai penutup, perlu kita tekankan bahwa meningkatkan kesadaran masyarakat untuk aktif dalam proses politik bukan hanya soal meningkatkan partisipasi dalam pemilu, tetapi juga memperkuat partisipasi masyarakat untuk ikut mengawasi setiap proses politik yang terjadi di Kabupaten Jember. Dengan begitu, kita berharap ke depannya, konstituen tidak lagi dilihat sebagai komoditas politik semata, melainkan sebagai aktor penting yang berperan dalam menjaga keseimbangan dan pengawasan terhadap pemerintah daerah, sehingga akan terwujud pembangunan yang lebih sehat dan berkelanjutan.